Kamis, 24 Agustus 2017

Effect of probiotics on glucose metabolism in patients with type 2 diabetes mellitus: A meta-analysis of randomized controlled trials.

Effect of probiotics on glucose metabolism in patients with type 2 diabetes
mellitus: A meta-analysis of randomized controlled trials.
 

Oleh: Riyana Rochmawati, Universitas Gadjah Mada 

Salam sehat healthy people! Seperti yang kita ketahui, diabetes mellitus (DM) tipe 2 adalah
salah satu penyakit yang diwaspadai masyarakat saat ini. Penyakit ini tidak hanya
mengancam orang yang secara genetik memiliki garis keturunan DM tipe 2, namun juga
orang dengan
lifestyle yang buruk. Berbagai cara dilakukan untuk menghindari penyakit ini
termasuk dengan mengubah
lifestyle mulai dari beaktivitas fisik rutin hingga mengubah pola
makan dengan mengurangi makanan dengan indeks glikemik tinggi. Namun. tahukah Anda
bahwa probiotik yang selama ini kita kenal memiliki manfaat untuk saluran pencernaan juga
memiliki peran dalam mengontrol gllukosa darah penderita DM tipe 2? Mari kita kulik lebih
dalam jurnal
Effect of probiotics on glucose metabolism in patients with type 2 diabetes
mellitus: A meta-analysis of randomized controlled trials
dari Qingqing Zhang, Yucheng Wu,
dan Xiaoqiang Fei (The Affiliated Taizhou People’s Hospital of Nantong University,
Taizhou, Jiangsu, China) ini.
 

Pendahuluan
 Diabetes mellitus tipe 2 merupakan metabolic disorder paling umum yang ditemui di dunia.
Penyakit ini memicu komplikasi yang semakin parah seperti serangan jantung dan
stroke.
Tingginya kadar glukosa yang tidak lain adalah pemicu penyakit ini sebenarnya sudah dapat
diatasi dengan intervensi farmakologis maupun non-farmakologis. Penelitian terakhir
menunjukkan beberapa sumber makanan dapat mengontrol glukosa darah seperti the hijau
dan bawang putih.
Akhir-akhir ini, manfaat probiotik sangat gencar di tengah masyarakat. Probiotik adalah
mikroorganisme hidup yang dalam jumlah tertentu memiliki manfaat bagi kesehatan seperti

untuk saluran pencernaaan dan sistem imun. Disebutkan bahwa probiotik dapat menurukan
kadar glukosa dengan meningkatkan inflamasi dan mencegah kerusakan sel B pada hewan
coba. Kemudian untuk penelitian klinis pada manusia diperoleh hasil yang beragam dalam
penurunan glukosa darah. Penelitian ini adalah sebuah meta-analisis
randomized controlled
trials (RCTs)
untuk mengetahui efektifitas probiotik dalam terapi metabolism glukosa. 

Metode
 Metode dan bahan merupakan database online Embase, Web of Science, dan PubMed yang
dicari sampai Agustus 2014. Kriteria penelitian yang akan masuk dalam meta-analisis yaitu
(1) RCTs pada manusia; (2) menggunakan probiotik dengan bakteri hidup, dan (3) subjek
adalah pendetita diabetes tipe 2 [4]. FPG (glukosa darah puasa), HbA1c, konsentasi insulin
atau
homeostasis model assessment of insulin resistance (HOMA-IR) berubah pada
kelompok intervensi. Setelah diseleksi sesuai criteria, akhirnya terpilih 7 penelitian. Data dari
berbagai penelitian ini kemudian diseragamkan satuannya dan dianalis.
 
Hasil
http://www.ilmagiindonesia.org/wp-content/uploads/2016/12/tabel-1-riyana.jpg 
http://www.ilmagiindonesia.org/wp-content/uploads/2016/12/tabel-2-riyana.jpg Konsumsi probiotik secara signifikan dapat menurunkan fasting plasma glucose (FPG)
sebesar 15.92 mg/dL (95% confidence interval [CI], 29.75 menjadi 2.09) dan
glycosylated
hemoglobin
(HbA1c) by 0.54% (95% CI, 0.82 to 0.25) dibandingkan dengan grup kontrol.
Pada analisis subgroup dimaksudkan untuk menguji kontrol non-yogurt. Meta-analisis pada

percobaan dengan spesies probiotik yang beragam menunjukkan penurunan signifikan juga
pada glukosa darah puasa (FPG)
(weighted mean difference [WMD]: 35.41 mg/dL, 95% CI:
51.98 – 18.89). Durasi intervensi selama ≥8 minggu menghasilkan penurunan signifikn pada
FPG (WMD: 20.34 mg/dL, 95% CI: 35.92 – 4.76). Sedangkan untuk intervensi < 8 minggu
tidak menghasilkan penurunan signifikan pada FPG. Hasil keseluruhan juga menunjukkan
bahwa terapi probiotik secara signifikan menurunkan
homeostatis model assessment of
insulin resistence
(HOMA-IR) dan konsentrasi insulin WMD: 1.08, 95% CI: 1.88 to 0.28;
and WMD: 1.35 mIU/L, 95% CI: 2.38 to 0.31, respectively).
 

Pembahasan
 Dampak probiotik dalam metabolisme glukosa dapat bekerja dalam beberapa mekanisme.
Pertama, beberapa peneliti menduga bahwa kerusakan oksidatif dan kemampuan antioksidatif
memiliki peran dalam pathogenesis diabetes. Aktivitas antioksidan pada prebiotik dapat
menurunkan kerusakan oksidatif dengan penghambatan peroksidasi lemak dan meningkatkan
antioksidan seperti
glutathione, superoxide dismutase, catalase dan glutathione
peroxidase
dibuktikan pada hean coba tikus.
Kedua, probiotik disebutkan dapat memiliki sifat anti-diabetic karena mencegah resistensi
insulin dengan mekanisme meningkatkan sel
liver natural killer T (NKT). Treatment
probiotik juga dapat meningkatkan metabolism glukosa dengan meningkatnya
bioavailabilitas
gliclazide, menghambat absorbs glukosa dan mengubah aktivitas syaraf
otonom.
 

Kesimpulan
 Meta-analisis terbaru menyarankan konsumsi probiotik karena dapat meningkatkan
metabolism glukosa dengan efek yang lebih baik jika dikonsumsi ≥8 minggu atau dengan
spesies probiotik yang beragam. Meskipun demikian, efek probiotik khususnya pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 maupun pada orang sehat masih perlu investigasi lebih mendalam.
 

Daftar Pustaka
 Qingqing Zhang, Yucheng Wu b , Xiaoqiang Fei. Effect of probiotics on glucose metabolism
in patients with type 2 diabetes mellitus: A meta-analysis of randomized controlled
trials.
medicina 2016; 52:28–34

PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN DI KANTIN ZEA MAYS INSTITUT PERTANIAN BOGOR (FOOD SERVICE AND THE CUSTOMER SATISFACTION IN THE CAFETARIA ZEA MAYS AT BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY).

PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN TINGKAT KEPUASAN
KONSUMEN DI KANTIN ZEA MAYS INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(FOOD SERVICE AND THE CUSTOMER SATISFACTION IN THE
CAFETARIA ZEA MAYS AT BOGOR AGRICULTURAL
UNIVERSITY).
 
Oleh: Mohammad Brachim Ansari, Universitas Jenderal Soedirman 
PENDAHULUANPenyelenggaraan makanan merupakan salah satu hal yang diperhatikan oleh industri jasa
makanan dan gizi dalam memperoleh kepuasan konsumen yang dimana mencakup kegiatan
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka
pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan
termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi dengan contoh penyelenggaraan
makanan di kantin universitas (kampus) yaitu kantin Zea Mays IPB. Pentingnya
penyelenggaraan makanan yang diterapkan oleh suatu institusi diharapkan dapat memuaskan
konsumen baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian
untuk mengetahui penilaian terhadap kepuasan konsumen berdasarkan penyelenggaraan
makanan tersebut dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengidentifkasi penyelenggaraan makanan di kantin Zea Mays IPB
2. Mengidentifkasi karakteristik subjek
3. Mengidentifkasi tingkat kepentingan dan tingkat kinerja pelayanan terhadap atribut
mutu produk, mutu pelayanan, dan atribut kandungan gizi menu
4. Mengidentifkasi tingkat kepuasan konsumen dengan
Importance Performance
Analysis
(IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI)
5. Menganalisis hubungan karakteristik subjek terhadap atribut mutu produk, mutu
pelayanan, dan kandungan gizi menu.

 
METODEPenelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan studi kasus untuk menilai tingkat
kepuasan konsumen. Pengumpulan data dilaksanakan di kantin Zea Mays Institut Pertanian
Bogor (IPB) selama bulan April hingga Mei 2013. Pemilihan tempat dilakukan
secara
purposive dengan mempertimbangkan lokasi yang bersifat non komersial dan
berorientasi pada pelayanan, kemudahan perizinan, dan populasi yang memenuhi kriteria
penelitian. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95 orang dengan kriteria
subjek merupakan konsumen yang pernah mengunjungi atau mengonsumsi menu makanan
dan minuman di kantin Zea Mays dengan frekuensi lebih dari empat kali kunjungan dan
bersedia mengisi kuesioner dengan lengkap.
Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer ini meliputi
karakteristik subjek, penyelenggaraan makanan yang diterapkan, higiene dan sanitasi kantin,
dan tingkat kepuasan konsumen kantin. Data sekunder meliputi data gambaran umum
mengenai kantin Zea Mays IPB. Data tersebut diperoleh dengan kuesioner, wawancara, dan
pengamatan langsung. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
dan analisis inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik
subjek, penyelenggaraan makanan yang diterapkan kantin, higiene dan sanitasi kantin, dan
tingkat kepuasan konsumen. Higiene dan sanitasi kantin dinilai berdasarkan penilaian laik
higiene dan sanitasi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1098/Menkes/SK/VII/2003.
Data tingkat kepuasan dianalisis dengan menggunakan metode IPA dan CSI. Pengukuran
metode IPA dilakukan pada 16 macam atribut dimana atribut tersebut dijabarkan di dalam
diagram kartesius. Sumbu X merupakan nilai rataan tingkat kinerja dan sumbu Y merupakan
nilai rataan kepentingan. Kedua sumbu tersebut membentuk dua garis tegak lurus yang saling
berpotongan pada koordinat titik (3.5;4.4) yang membagi menjadi empat kuadran. Dalam
mengetahui secara jelas penempatan 16 atribut yang telah dianalisis, maka keseluruhan
atribut tersebut dikelompokkan dalam 4 kuadran. Analisis inferensia digunakan untuk melihat
hubungan antar variabel. Hubungan antara karakteristik subjek terhadap penilaian mutu
produk, mutu pelayanan, dan atribut kandungan gizi menu dianalisis dengan uji
korelasi
Spearman sebagai uji signifikansi dengan mencari nilai p-value (p<0.05). 
PEMBAHASANHasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik lebih dari sebagian subjek pada
kantin Zea Mays berusia 20-30 tahun (71.6%) dan lebih dari setengah subjek kantin Zea
Mays berjenis kelamin wanita (58.9%). Hal ini sesuai dengan status mahasiswa dan
mahasiswi yang berusia 20-30 tahun, serta data jumlah mahasiswa IPB secara keseluruhan
menyatakan bahwa proporsi jumlah mahasiswi (60.2%) lebih besar daripada proporsi
mahasiswa (39.8%). Selain itu, lebih dari setengah subjek pada kantin Zea Mays berasal dari
pulau Jawa (52.6%), memiliki gelar sarjana (50.5%), masih berstatus mahasiswa (65.3%),
memiliki pendapatan 1-≤2 juta rupiah (33.7%), dan belum menikah (68.4%). Hal ini
disebabkan oleh lokasi dari kampus kantin yang terletak di lingkungan akademisi, memiliki
potensi sebagai salah satu kampus negeri di Pulau Jawa, dan sebagai tempat persinggahan
sementara untuk berkumpul bersama dengan teman-temannya.

Kantin Zea Mays dalam melakukan penyelenggaraan makanan dilakukan dalam 2 tahapan
diantaranya perencanaan dan pelaksanaan. Pada tahap perencanaan, Kantin Zea Mays tidak
dimulai dengan perencanaan menu, sehingga siklus menu tidak ada. Namun, kantin tetap
menyelenggarakan perencanaan anggaran. Pada tahap pelaksanaan terdiri dari langkah
pembelian, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian. Pembelian bahan
makanan oleh pihak kantin dilakukan di pasar tradisional setiap satu minggu sekali untuk
membeli sayur-sayuran, buah-buahan, bumbu-bumbu, serta lauk nabati dan untuk pembelian
lauk hewani yaitu daging sapi, ikan, ayam, dan lauk hewani lainnya dipesan kepada rekana
yang telah dipercaya oleh pihak kantin dan dilakukan setiap 2-3 hari sekali. Penerimaan
bahan makanan dilakukan pada pagi hari (pukul 06.00 WIB). Tempat penyimpanan bahan
makanan dilakukan pada lemari es dan
chiller yang dapat otomatis suhunya sesuai dengan
bahan pangan yang disimpan.
Kantin Zea Mays menerapkan prinsip FIFO (
First In First Out) dengan tujuan agar bahan
makanan yang telah lama disimpan dapat digunakan terlebih dahulu. Kegiatan pengolahan
dilakukan pada pagi hari (pukul 06.00 WIB). Pada saat pengolahan, penjamah makanan tidak
menggunakan masker, penutup kepala, dan sarung tangan. Namun pada saat pengolahan,
penjamah makanan selalu mencuci tangan sebelum melakukan pengolahan terhadap bahan
makanan yang akan diolah. Hal ini menunjukkan bahwa bahan makanan yang dijamah tidak
higienis atau mengalami kontaminasi dari kuman atau bakteri. Penyajian dilakukan
berdasarkan bar masing-masing, seperti pada
table d’hote menu dihidangkan langsung
pada
buffet dan untuk ala carte menu serta minuman dibuat dan dihidangkan saat konsumen
memesan makanan dan minuman.
Kantin Zea Mays secara umum telah memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi menurut
Kepmenkes No 1098/Menkes/SK/VII/2003 dengan skor 802 dan termasuk mutu B. Uang
saku sebagian besar subjek per bulan adalah sekitar Rp 1.000.000,00 hingga kurang dari Rp
2.000.000,00 (34.0%). Atribut keamanan dan kebersihan dari makanan dan minuman yang
disajikan (skor 457) sedangkan untuk tingkat kinerja pelayanan pada atribut kebersihan
tempat makan merupakan atribut tertinggi (skor 389). Atribut pada kuadran A yaitu cita rasa
makanan dan minuman yang tersedia, harga, kesesuaian menu dengan selera konsumen, dan
keramahan pelayanan harus menjadi prioritas utama pihak kantin dalam memperbaiki kinerja
dalam mutu pelayanan karena konsumen masih merasa kurang puas pada kinerja yang
diberikan oleh pihak kantin.
Tingkat Kepuasan Konsumen IPA
(Importance Performance Analysis) ditunjukkan
melalui
Customer Satisfaction Index (CSI) dengan hasil perhitungan nilai weighted
average
total sebesar 3.467 yang merupakan penjumlahan dari seluruh weighted
score
atribut-atribut pada mutu produk, mutu pelayanan, dan kandungan gizi menu. Nilai
kepuasan konsumen berdasarkan analisis CSI 69.3% yang berada pada rentang skala 0.7-0.8
(66-80%) yang berarti secara umum konsumen telah puas terhadap kinerja kantin Zea Mays,
ditunjukkan hasil bahwa atribut yang paling penting (dengan skor tertinggi yaitu 457) adalah
keamanan dan kebersihan dari makanan dan minuman yang disajikan. Hal ini berhubungan
dengan keamanan pangan, yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat makan
adalah kebersihan dan keamanan dari makanan dan minuman yang akan dikonsumsi.
Sementara itu atribut dengan rata-rata paling rendah (dengan skor terendah yaitu 373) adalah
atribut ukuran dan bentuk potongan produk yang disajikan. Selain itu, dilihat dari segi
karakteristik subjek diperoleh hasil bahwa karakteristik subjek terhadap penilaian mutu
produk, pelayanan, dan atribut kandungan gizi menu memiliki korelasi yang ditunjukkan

dengan nilai probabilitas (p<0.05), dimana berarti terdapat hubungan antara karakteristik
subjek yaitu pekerjaan dan tingkat pendidikan dengan penilaian mutu produk. Pada korelasi
atribut kandungan gizi menu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan maka
semakin tinggi pula penilaian terhadap atribut kandungan gizi menu. Hal ini disebabkan
karena adanya hubungan antara tingkat pendidikan yang dapat mempengaruhi pekerjaan dan
pekerjaan yang menghasilkan pendapatan.
 
KESIMPULANKantin Zea Mays secara umum telah laik higiene dan sanitasi menurut Kepmenkes No 1098/
Menkes/SK/VII/2003 dengan skor 802 dan termasuk
mutu B. Sebagian besar subjek adalah perempuan (59.0%) dengan rentang usia 20—30 tahun
sebanyak 72.0% dan pulau Jawa menjadi asal daerah sebagian besar subjek (53.0%).
Sebanyak 68.0% subjek belum menikah dengan pendidikan terakhir adalah sarjana (51.0%).
Uang saku sebagian besar subjek per bulan adalah sekitar Rp 1000 000 hingga kurang dari
Rp2000 000 (34.0%) dengan 65.0% adalah mahasiswa. Atribut keamanan dan kebersihan
dari makanan dan minuman yang disajikan, dinilai oleh subjek sangat penting (skor 457)
sedangkan untuk tingkat kinerja pelayanan pada atribut kebersihan tempat makan merupakan
atribut tertinggi (skor 389). Atribut pada kuadran A yaitu cita rasa makanan dan minuman
yang tersedia, harga, kesesuaian menu dengan selera konsumen, dan keramahan pelayanan
harus menjadi prioritas utama pihak kantin dalam memperbaiki kinerja dalam mutu
pelayanan karena konsumen masih merasa kurang puas pada kinerja yang diberikan oleh
pihak kantin. Nilai CSI 69.3% menunjukkan konsumen telah puas terhadap kinerja pihak
kantin Zea Mays. Terdapat korelasi positif antara pekerjaan dan tingkat pendapatan dengan
mutu produk dan korelasi positif antara pendapatan dengan atribut kandungan gizi menu
(p<0.05).
 
DAFTAR PUSTAKAArnati Wulansari, dkk. 2013. Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan Konsumen
di Kantin Zea Mays Institut Pertanian Bogor
. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli. Volume 8 Nomor
2. hl 151-158. ISSN 1978-1059. Bogor : Isntitut Pertanian Bogor.

PENGARUH MEDIA KAMPANYE SARAPAN SEHAT TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KEBIASAAN SARAPAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN BOGOR.

PENGARUH MEDIA KAMPANYE SARAPAN SEHAT TERHADAP
PERUBAHAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KEBIASAAN SARAPAN
ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN BOGOR.
 
Dodik Briawan, Ikeu Ekayanti, dan Ratu Diah KoerniawatiOleh: Okta Fatimah, Universitas Muhammadiyah Surakarta 
PENDAHULUANSarapan merupakan makanan yang dikonsumsi sebelum atau pada awal kegiatan sehari-hari,
dalam waktu dua jam setelah bangun tidur, biasanya
tidak lewat dari jam 10.00 dan memberi asupan kalori sekitar 20—35% dari total kebutuhan
energi harian. Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangat penting, karena waktu sekolah
anak-anak banyak melakukan aktivitas yang membutuhkan energi cukup besar. Hasil
penelitian pada anak sekolah dasar di Kabupaten Bogor menunjukkan ada perbedaan yang
nyata dalam kemampuan konsentrasi menggunakan uji digit simbol antara anak yang biasa
sarapan dengan yang tidak biasa sarapan. Penelitian lain menunjukkan bahwa konsumsi
sarapan dapat meningkatkan fungsi kognitif yang berhubungan dengan memori, nilai tes, dan
kehadiran di sekolah. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
kampanye sarapan sehat terhadap perubahan pengetahuan, sikap, dan kebiasaan sarapan anak
sekolah dasar di Kabupaten Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1)
mengidentifikasi karakteristik anak; (2) menganalisis pengaruh intervensi kampanye sarapan
sehat terhadap perubahan pengetahuan sarapan anak; (3) menganalisis pengaruh intervensi
kampanye sarapan sehat terhadap perubahan sikap sarapan anak; (4) menganalisis pengaruh
intervensi kampanye sarapan sehat terhadap perubahan kebiasaan sarapan anak; (5)
menganalisis kontribusi sarapan terhadap tingkat kecukupan gizi anak dalam sehari.
 
METODE
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experimental study, yaitu subjek
diberikan intervensi untuk perbaikan pengetahuan, sikap, dan kebiasaan sarapan. Subjek
dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar. Jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang berasal dari kegiatan “Gerakan Sarapan Sehat melalui
Kampanye Terintegrasi antara Ibu, Anak, Guru, dan Masyarakat oleh Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor”.
Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data karakteristik anak, kebiasaan sarapan
anak, pengetahuan dan sikap tentang sarapan. Data terdiri dari data
baseline dan endline,
yaitu data sebelum dan setelah dilakukan intervensi. Data
baseline dan endline dikumpulkan
dengan menggunakan kuesioner dan dilakukan oleh enumerator yang berasal dari mahasiswa
Gizi Masyarakat Angkatan 46 Institut Pertanian Bogor.
Data karakteristik dan kebiasaan sarapan subjek dikumpulkan dengan teknik wawancara
langsung menggunakan kuesioner. Data kebiasaan sarapan diukur dua kali yaitu sebelum dan
setelah intervensi. Data pengetahuan dan sikap subjek diperoleh melalui kuesioner pada
pre
test
dan post test.
Pada tahap penyampaian materi, setiap desa menggunakan media yang berbeda-beda.
Terdapat empat media yang digunakan, yaitu menggunakan
power point, wayang-wayangan,
kartu bergambar, dan drama. Penyuluhan dengan menggunakan
power point dilakukan
dengan cara memberikan pendidikan mengenai sarapan, subjek memerhatikan materi yang
disampaikan oleh tim penyuluh dan dapat membaca materi yang disampaikan tersebut
pada
slide yang ditampilkan. Penyuluhan dengan wayang-wayangan
menggunakan wayang-wayangan sebagai media dan dalang untuk memainkan wayang
tersebut. Pada penyuluhan dengan kartu bergambar dengan tema sarapan dilakukan dalam
bentuk kuis, subjek diminta mencocokkan pertanyaan dengan jawaban menggunakan
gambar-gambar yang telah disediakan. Penyuluhan lain yang dilakukan yaitu dengan metode
drama. Pada penyuluhan ini tim penyuluh menyampaikan pesan dalam sebuah drama. Tim
penyuluh memiliki peran masing-masing lalu memainkan perannya. Subjek menyaksikan
drama yang dimainkan oleh tim penyuluh.
 
HASIL DAN PEMBAHASANPengetahuan tentang sarapan secara umum, rata-rata skor pengetahuan tentang sarapan
setelah intervensi kampanye sarapan sehat meningkat. Peningkatan rata-rata skor tertinggi
terdapat pada penggunaan media kartu bergambar sebesar 19.55 (sebelum intervensi
kampanye sarapan sehat 53.68±1.28 menjadi 73.23±1.14). Hasil
paired t-test menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ratarata total skor pengetahuan sebelum dan
setelah intervensi kampanye sarapan sehat (p<0.05). Hasil
paired t-test menunjukkan bahwa
perbedaan skor pengetahuan hanya diperoleh dari media kartu bergambar dan drama,
sedangkan pada media
power point dan wayang tidak terdapat perbedaan. Hasil ANOVA
sebelum intervensi kampanye sarapan sehat menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antar penggunaan media intervensi kampanye sarapan sehat. Hasil ANOVA
setelah intervensi kampanye sarapan sehat menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan
antar media intervensi kampanye sarapan sehat yang digunakan (p<0.05). Hasil uji
lanjut
Tukey menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
media
power point, wayang-wayangan, dan drama dengan media kartu bergambar. Media
yang dapat meningkatkan skor pengetahuan paling tinggi adalah media kartu bergambar.

Sikap terhadap sarapan secara umum, terjadi peningkatan rata-rata skor sikap setelah
intervensi kampanye sarapan sehat. Peningkatan rata-rata skor tertinggi terdapat pada
penggunaan media kartu bergambar sebesar 10.86 (sebelum intervensi kampanye sarapan
sehat 80.98±1.16 menjadi 91.84±1.09). Hasil
paired t-test menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara rata-rata total skor sikap sebelum dan setelah intervensi
kampanye sarapan sehat (p<0.05). Hasil
paired t-test menunjukkan bahwa perbedaan skor
sikap hanya diperoleh dari media
power point, kartu bergambar, dan drama, sedangkan pada
media wayang tidak terdapat perbedaan. Hasil ANOVA sebelum dan setelah intervensi
kampanye sarapan sehat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar media
intervensi kampanye sarapan
sehat yang digunakan (p<0.05). Hasil uji lanjut
Tukey setelah intervensi kampanye sarapan
sehat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara media
power point,
wayang-wayangan, dan drama dengan media kartu bergambar. Media yang dapat
meningkatkan skor sikap paling tinggi adalah media kartu bergambar (p<0.05)
Kebiasaan sarapan membiasakan anak usia 8-11 tahun untuk sarapan akan memengaruhi
kemampuan anak dalam memecahkan masalah dan konsentrasi membaik, sikap, dan prestasi
lebih baik. Melewatkan sarapan akan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga
dapat menyebabkan tubuh lemah dan kurang konsentrasi karena tidak tersedia suplai energi.
Sebagian besar subjek melakukan sarapan baik sebelum dilakukan intervensi maupun setelah
dilakukan intervensi. Peningkatan kebiasaan sarapan subjek yang melakukan sarapan
tertinggi yaitu pada penggunaan media kartu bergambar, yaitu sebesar 86.7% setelah
diberikan intervensi. Selisih peningkatan subjek yang melakukan sarapan tertinggi terdapat
pada subjek yang diberi intervensi dengan media drama, yaitu sebesar 10.2%. Namun masih
juga terdapat subjek yang tidak melakukan kebiasaan sarapan yaitu pada penggunaan
media
power point sebesar 8.0%. Persentase tersebut masih lebih rendah dari hasil studi di
Indonesia, dimana sekitar 20 hingga 40% anak-anak Indonesia tidak terbiasa untuk sarapan.
Melewatkan sarapan akan menyebabkan cadangan energi tubuh menjadi habis setelah
semalaman. Jarak sekitar dua belas jam antara makan malam dan sarapan akan menyebabkan
penurunan kadar glukosa darah, sehingga menyebabkan kekurangan glukosa. Jika hal ini
terjadi, dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi otak.
 
KESIMPULANSkor rata-rata pengetahuan dan sikap setelah intervensi mengalami peningkatan. Terdapat
perbedaan yang signifikan antara rata-rata total skor
pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat. Terdapat
perbedaan yang signifikan antara media kampanye sarapan
sehat yang digunakan yaitu
power point, wayang-wayangan, dan drama dengan media kartu
bergambar. Terdapat perbedaan yang signifikan antara proporsi kategori pengetahuan dan
sikap sebelum dan setelah intervensi kampanye sarapan sehat (p<0.05). Peningkatan
persentase kebiasaan sarapan yang baik yaitu dengan menggunakan media kartu bergambar.
Kampanye sarapan sehat khususnya mengenai sarapan harus dilaksanakan secara
berkelanjutan oleh semua pihak yaitu anak-anak, ibu, guru, dan tokoh masyarakat. Hal ini
diperlukan agar kebiasaan sarapan selalu diterapkan sehingga asupan zat gizi dapat terpenuhi.
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan alat bantu yang lebih mudah
diterima dan dipahami dengan memerhatikan isi materi yang akan disampaikan kepada anakanak sekolah dasar sehingga anak-anak dapat menerapkan kebiasaan sarapan dengan baik.

 
DAFTAR PUSTAKABriawan, Dodik, Ikeu Ekayanti, dan Ratu Diah Koerniawati. 2013. Pengaruh Media
Kampanye Sarapan Sehat Terhadap Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Kebiasaan Sarapan
Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Bogor
. Jurnal Gizi dan Pangan 8(2): 115—122

PEMBERIAN JAHE INSTAN TERHADAP KEJADIAN MUAL MUNTAH DAN ASUPAN ENERGI PADA IBU HAMIL TRIMESTER PERTAMA.

PEMBERIAN JAHE INSTAN TERHADAP KEJADIAN MUAL
MUNTAH DAN ASUPAN ENERGI PADA IBU HAMIL TRIMESTER
PERTAMA.
 
oleh : Muthia Farah Diba D, Institut Pertanian Bogor 
PENDAHULUANKehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi sehingga kebutuhan energi dan
zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Kekurangan energi dan zat gizi dapat
berdampak buruk pada ibu maupun janin. Mual dan muntah (
emesisgravidarum) merupakan
keluhan yang sering terjadi pada kehamilan trimester pertama. Bila tidak diatasi, ibu dan
janin dapat berisiko kekurangan gizi karena kurangnya asupan energi. Pengobatan herbal
secara tradisional merupakan pilihan yang dianggap aman. Jahe telah banyak digunakan
untuk mengatasi berbagai keluhan medis diantaranya mual dan muntah. Jahe bekerja pada
saluran pencernaan dengan meningkatkan motilitas gaster dan usus halus. Pada tahun 2011,
didapatkan 2.888 wanita terdeteksi berisiko tinggi kehamilan yang dapat menyebabkan
komplikasi kehamilan sampai dengan kematian ibu dan anak. Penelitian ini bertujuan
mengetahui efektivitas jahe instan yang berisi sari jahe 290 mg terhadap penurunan kejadian
mual muntah dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam menurunkan
kejadian mual muntah serta mengetahui peningkatan jumlah asupan energi 24 jam pada ibu
hamil trimester pertama.
 
METODEPenelitian true experiment, dengan desain pre-post control group, dimulai pada 23 Maret –
10 Juli 2013 dengan menggunakan teknik
cluster random sampling danconsecutive sampling.
Penelitian melibatkan 101 wanita hamil dengan usia kehamilan kurang dari 15 minggudi RSB
Sayang Ibu, Puskesmas Klandasan Ilir, dan Puskesmas Sepinggan di wilayah Balikpapan.

Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumusperbedaan dua mean (16), dengan tingkat
kepercayaan (CI) 95%;
power (β) 80%; standar deviasi sebesar 1,2; dan mean difference yaitu
0,77 (8); perkiraan sampel
drop out sebesar 20% sehingga jumlah sampel masing-masing
kelompok adalah 47 ibu hamil. Subjek penelitian diambil secara acak dan diberikan jahe
instan atau plasebo sebanyak 10 g, 2 kali sehari selama seminggu. Seluruh subjek penelitian
dinilai tingkat mual muntah dan asupan energi 24 jam selama pre dan pos intervensi.
Penggunaan obat atau suplementasi dari dokter/bidan dicatat dan tidak dihentikan.
 
HASILSecara keseluruhan, subjek dalam penelitian ini berjumlah 101 orang terdiri dari 50 orang
sebagai kelompok perlakuan dengan pemberian jahe instan dan 51 orang sebagai kelompok
plasebo. Karakteristik umum subjek penelitian ini meliputi usia, berat badan, tinggi badan,
usia kehamilan, paritas, dan suplementasi, dimana tidak ada perbedaan karakteristik antara
kelompok jahe instan dan plasebo. Tingkat mual muntah mengalami penurunan secara
signifikan pada kelompok jahe 52% dibanding plasebo 17,7% (p<0,05). Jahe instan dapat
menurunkan tingkat mual muntah 6 kali lebih besar dibanding plasebo (p<0,05). Jumlah
rerata asupan energi 24 jam meningkat secara signifikan pada kelompok jahe (1629,58 kcal ±
468,04 kcal; p<0,05) dibanding plasebo (1160,27 kcal ± 341,85 kcal; p>0,05). Jahe instan
dapat meningkatkan rerata jumlah asupan energi 24,5 kali lebih besar dibanding plasebo
(p<0,05).
Usia kehamilan dan penggunaan asam folat tidak mempengaruhi rerata jumlah asupan energi
pasca-intervensi. Sementara pada variabel paritas, suplementasi vitamin B6 dan zat
besi+mikronutrien lain memiliki p Value kurang dari 0,25 sehingga dilakukan analisis
multivariat dengan uji regresi logistik berganda. Berdasarkan penghitungan stratifikasi pada
setiap model didapatkan bahwa semua variabel luar bukan merupakan faktor pengganggu
(selisih OR < 20%)
 
PEMBAHASANStudi klinis menunjukkan bahwa jahe memiliki efek langsung pada saluran pencernaan
dengan meningkatkan motilitas lambung serta absorpsi racun dan asam. Jahe diperkirakan
meningkatkan tonus otot usus dan merangsang aliran air liur, empedu, dan sekresi lambung.
Salah satu kandungan senyawa jahe adalah diterpenoid yang telah terbukti memiliki
aktivitas yang mirip dengan neurotrasmitter 5-HT3 antagonis seperti
ondansetron dan obat
emetik lainnya. Dengan berkurangnya intensitas dan durasi mual muntah pada ibu hamil,
dapat memperbaiki asupan energi yangkurang baik di awal kehamilan.
Pada penelitian ini terlihat bahwa pemberian jahe instan dapat membantu meningkatkan
rerata jumlah asupan energi 24 jam (kalori) ibu hamil trimester pertama yang mengalami
mual muntah kehamilan. Senyawa aktif jahe yang terkandung dalam jahe instan mampu
menurunkan tingkat mual muntah kehamilan trimester pertama. Jahe instan mampu
memberikan rasa nyaman pada ibu terutama pada keluhan mual dan muntah kehamilan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat sejauh mana pengaruh usia kehamilan,

paritas, dan penggunaan suplementasi terhadap kejadian mual muntah dan peningkatan
asupan energi pada ibu hamil yang minum jahe instan.
 
KESIMPULANJahe instan dapat menurunkan tingkat mual muntah 6 kali lebih besar dibandingkan plasebo,
dimana terdapat peningkatan jumlah asupan energi pada ibu hamil dengan mual muntah
kehamilan yang diberi jahe instan dengan dosis 290 mg dibandingkan plasebo. Jahe instan
dapat meningkatkan rerata jumlah asupan energi 24,5 kali lebih besar dibandingkan plasebo.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, disarankan kepada ibu hamil untuk meminum jahe
instan sebagai penanganan pertama yang relatif aman dibandingkan meminum obat tanpa
resep dokter. Tenaga kesehatan bisa menggunakan jahe instan sebagai salah satu penanganan
alternatif dan komplementer melengkapi pengobatan standar untuk mengatasi
emesis
gravidarum
. 
DAFTAR PUSTAKASetyawati Nurfalah, Mae Sri Hartati Wahyuningsih, dan Detty Siti Nurdiati. 2014. Pemberian
jahe instan terhadap kejadian mual muntah dan asupan energi pada ibu hamil trimester
pertama.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 10(04):191-197.
sumber gambar
: http://family.fimela.com/resources/news/2012/08/03/166/paging/364/640xauto-jahemeredakan-mual-saat-hamil-120803d-1.jpg

EFEK PENGEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN PADA KUALITAS JERUK MANIS (CITRUS SINENSIS).

EFEK PENGEMASAN DAN KONDISI PENYIMPANAN PADA
KUALITAS JERUK MANIS (CITRUS SINENSIS).
 
oleh : Dwi Sari Puspaningtyas, Universitas Brawijaya Malang 
PendahuluanJeruk manis merupakan salah satu buah yang merupakan komoditi dan bisa didapatkan
dengan harga yang terjangkau. Sama halnya dengan buah-buahan lain, jeruk manis termasuk
ke dalam
perishable foods atau makanan yang tidak tahan lama. Makanan yang termasuk
dalam
perishable foods harus ditangani dengan benar baik pengemasan dan penyimpanannya.
Pengemasan dan penyimpanan yang buruk akan mempengaruhi nutrisi dari buah jeruk manis
dan antioksidan di dalamnya, seperti asam askorbat. Asam askorbat merupakan salah satu zat
yang terkandung dalam jumlah yang cukup tinggi pada buah jeruk manis, sayangnya asam
askorbat merupakan zat yang mudah hilang saat proses
post harvest handling dan
penyimpanan. Hingga saat ini, asam askorbat dapat digunakan sebagai indikator kesegaran
dan kerusakan buah, karena kerusakan buah biasanya berhubungan dengan asam askorbat dan
senyawa fenolik.
 
MetodePenelitian yang dilaksanakan oleh Faasema J, Abu J.O, dan Alakali J.S ini menggunakan
jeruk manis dengan tingkat kematangan saat masih berwarna hijau (
green maturity stage) lalu
dipilih buah dengan ukuran yang hampir sama, penampilan yang bagus, dan tidak cacat,
kemudian dikemas untuk disimpan dengan 60 buah per perlakuan; penyimpanan pada
karung,
jute bag (tas anyaman), dan keranjang. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis pada
pH, Total Soluble Solid (TSS), total kadar asam askorbat, kekokohan struktur, persentase
berat yang berkurang, insidensi kebusukan, dan laju konstan hilangnya asam askorbat.
 
HasilHasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan tujuh belas hari, buah jeruk yang
disimpan pada setiap perlakuan mengalami penurunan berat dan kekokohan struktur jeruk
manis setiap perlakuan semakin menurun setiap harinya.
Pada insidensi kebusukan, insidensi terus meningkat pada setiap perlakuan, tetapi jeruk manis
yang disimpan pada keranjang memiliki insidensi kebusukan paling kecil. Konsentrasi TSS
pada setiap buah dalam setiap perlakuan tidak jauh berbeda, awalnya konsentrasi TSS
meningkat, namun setelah mecapai hari ke-9 penyimpanan, konsentrasi TSS mulai menurun.
Kadar pH setiap sampel pada perlakuan semakin meningkat, berbanding terbalik dengan
kadar TTA yang semakin hari semakin menurun pada setiap perlakuan. Berkurangnya kadar
TTA menandakan bahwa persentase hilangnya asam askorbat juga semakin meningkat, hal
ini berlaku pada buah jeruk manis pada setiap perlakuan, terutama pada buah jeruk manis
yang disimpan di dalam keranjang.
 
PembahasanSelama penyimpanan tujuh belas hari, buah jeruk yang disimpan pada karung mengalami
penurunan berat yang paling minimal, selama dua belas hari, jeruk mengalami penurunan
berat 1% setiap tiga hari, tetapi mulai turun secara drastis pada hari ke 15. Sedangkan
kekokohan struktur jeruk manis setiap perlakuan semakin menurun setiap harinya, tetapi
kekokohan struktur meningkat pada perlakuan keranjang pada hari ke-12, sedangkan jika
dibandingkan dengan kekohohan pada perlakuan karung dan
jute bag meningkat pada hari
ke-15. Hal ini bisa disebabkan oleh pengerasan kulit jeruk karena berkurangnya kadar air dan
pembentukan kerutan pada kulit.
Pada insidensi kebusukan, jeruk manis yang disimpan pada karung memiliki insidensi
kebusukan terbesar sedangkan jeruk manis yang disimpan pada keranjang memiliki insidensi
kebusukan paling kecil. Hal ini disebabkan karena lancarnya pertukaran udara pada jeruk
manis yang disimpan dalam keranjang dengan udara sekitarnya, sedangkan jeruk manis yang
disimpan dalam karung mengalami kondensasi karena sifat karung yang yang tidak
permeabel dan aliran udara tidak bisa keluar dari dalam karung sehingga mengakumulasi
terjadinya udara panas. Konsentrasi TSS pada setiap buah dalam setiap perlakuan tidak jauh
berbeda, awalnya konsentrasi TSS meningkat, namun setelah mecapai hari ke-9
penyimpanan, konsentrasi TSS mulai menurun. Peningkatan TSS disebabkan karena
pemecahan senyawa polimer organic menjadi gula sederhana, sedangkan penurunan TSS
disebabkan karena berkurangnya keasaman dan konversi gula menjadi substrat lain untuk
keperluan respirasi.
Kadar pH setiap sampel pada perlakuan semakin meningkat setiap harinya, hal ini dapat
disebabkan karena rusaknya ikatan asam yang disebabkan respirasi pada saat penyimpanan,
selain itu berkurangnya keasaman juga dapat disebabkan karena konversi asam menjadi gula

untuk digunakan dalam metabolism buah. Penggunaan asam untuk metabolism juga
berdampak pada kadar TTA buah jeruk manis setiap perlakuan. Kadar TTA pada buah jeruk
manis setiap perlakuan semakin menurun setiap harinya, yang menandakan bahwa asam yang
ada telah digunakan untuk keperluan respirasi. Berkurangnya kadar TTA menandakan bahwa
persentase hilangnya asam askorbat juga semakin meningkat, hal ini berlaku pada buah jeruk
manis pada setiap perlakuan, terutama pada buah jeruk manis yang disimpan di keranjang.
Hilangnya kadar asam askorbat bisa disebabkan karena ketidakmampuan wadah
penyimpanan untuk melindungi jeruk manis dari pengaruh lingkungan, seperti cahaya, suhu,
oksigen, dan lain sebagainya.
 
KesimpulanPada dasarnya, masa simpan pada jenis-jenis buah tertentu tergantung pada tipe, varietas
kematangan saat panen, perlakuan sebelum penyimpanan, dan iklim lokal. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa.penyimpanan buah jeruk manis pada karung bisa
mengontrol kadar asam askorbat dan laju penurunan berat, tetapi mulai terjadi kebusukan
pada penyimpanan hari ke-10. Sedangkan pada jeruk yang disimpan dalam keranjang,
penurunan berat dan asam askorbat sangat tinggi, sehingga produsen maupun distributor
sebaiknya mengganti cara distribusi menggunakan keranjang karena akan lebih menurunkan
kualitas buah.
 
Daftar PustakaFaasema, J., Abu, J.O., Alakali, J.S. 2011. Effect of Packaging and storage condition on the
quality of sweet orange (Citrus sinensis).
Journal of Agricultural Technology 2011 Vol. 7 (3):
797-804
sumber gambar : http://www.sehatfresh.com/wp-content/uploads/2016/05/jerukk.jpg
IDENTIFIKASI SOMATOTYPE, STATUS GIZI, DAN DIETARY
ATLET REMAJA STOP AND GO SPORTS
 

Diana Pratiwi, Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih, Fajri Fitria, Maria Dina Perwita Sari,
Nadia Hanun Narruti, I Nyoman Winata, Fatimah, Marina Dyah Kusumawati
Reviewer:
Lia Nurmilatun Saidah, Universitas Hasanuddin 

PENDAHULUAN 
Stop and go sports merupakan olahraga yang dilakukan secara berkelompok sperti sepak
bola, volley, basket dan permainan umum lainnya. Kelelahan akibat durasi permainan yang
panjang dengan intensitas gerakan cepat dan tiba-tiba menjadi masalah yang paling umum
terjadi pada atlet stop and go sports. Bersama dengan latihan yang intensif, asupan yang
adekuat dapat membentuk somatotype yang juga dapat membantu performa. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi somatotype serta mengevaluasi asupan makanan dan
minuman atlet remaja kategori stop and go sports di Wisma Atlet Ragunan, Jakarta,
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
 

METODE
 Sebuah studi deskriptif kuantitatif dilakukan untuk mengkaji somatotype, komposisi tubuh
serta mengevaluasi status gizi dan asupan makanan-minuman suatu kelompok atlet stop and
go sports. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015, diikuti atlet kategori cabang
olahraga stop and go sports ini terdiri atas sepuluh atlet basket (14-18 tahun), 14 atlet sepak
bola (14-18 tahun), dan empat atlet volley (14-16 tahun). Proses pengambilan data penelitian
melibatkan dua macam pengukuran, yaitu pengukuran antropometri dan somatotype serta

pengukuran asupan makanan dan cairan. Pengukuran antropometri yang dilakukan meliputi
pengukuran tinggi badan, berat badan, pengukuran skinfolddi lima titik (biceps, triceps,
suprailliaca, subscapula, dan betis), lingkar lengan tegang, lingkar betis, dan pengukuran
lebar tulang di dua titik (humerus dan femur). Komponen tersebut merupakan komponen
yang diperlukan dalam penentuan somatotype. Seluruh pengukuran tersebut dilakukan dalam
tiga kali pengukuran, kecuali pengukuran berat badan.
 

HASIL
 Tabel 1 menunjukkan data hasil pengukuran antropometri dan status gizi pada atlet
basket, sepak bola dan volley atau kategori stop and go sports. Berdasarkan data tersebut
diketahui bahwa rerata berat badan atlet basket lebih tinggi daripada atlet volley dan sepak
bola. Akan tetapi, atlet basket memiliki rerata tinggi badan paling rendah dari atlet volley dan
sepak bola. Rerata indeks massa tubuh (IMT) tertinggi ada pada atlet basket, sedangkan IMT
terendah ada pada atlet sepak bola.

http://www.ilmagiindonesia.org/wp-content/uploads/2016/10/Tabel-1-Lia.jpgBerdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa rerata somatotypeatlet volley ini adalah central (2,8-
2,4-2,8).

http://www.ilmagiindonesia.org/wp-content/uploads/2016/10/Tabel-2-Lia.jpgTabel 3 menunjukkan bahwa pemenuhan asupan tertinggi pada cabang olahraga
basket adalah asupan lemak, diikuti asupan energi, asupan karbohidrat, dan asupan protein.
Pemenuhan asupan tertinggi pada cabang olahraga sepak bola adalah asupan lemak, diikuti
asupan protein, asupan energi, dan asupan karbohidrat. Pada atlet volley, pemenuhan asupan

tertingginya pada asupan lemak, diikuti asupan energi, asupan protein, dan asupan
karbohidrat.

http://www.ilmagiindonesia.org/wp-content/uploads/2016/10/Tabel-3-Lia.jpgTabel 4 menunjukkan gambaran umum asupan zat gizi mikro dan belum dapat menunjukkan
asupan spesifik masing-masing zat gizi. Hal ini disebabkan karena metode yang digunakan
adalah food recall 24 hours. Rerata asupan zat gizi mikro pada semua atlet sudah memenuhi
50-100% AKG, kecuali beberapa asupan yang belum memenuhi 50% AKG yaitu kalsium,
asam folat, serat, dan vitamin D pada atlet basket, asam folat, serat, dan vitamin C pada atlet
sepak bola, kalsium, serat, dan vitamin D pada atlet volley.

http://www.ilmagiindonesia.org/wp-content/uploads/2016/10/Tabel-4-Lia.jpgBerdasarkan Tabel 5 rerata asupan cairan dari minuman atlet basket (3225±1286 ml) lebih
banyak dari atlet volley (3200±2333 ml) dan sepak bola (2500±1215 ml). Keseluruhan atlet
(100%), baik basket, sepak bola, maupun volley mengkonsumsi air mineral, susu, susu
fermentasi, yoghurt, eskrim, dan minuman tak berkarbonasi mengandung gula. Lebih dari
50% atlet stop and go sports mengkonsumsi minuman isotonis.
http://www.ilmagiindonesia.org/wp-content/uploads/2016/10/Tabel-5-Lia.jpg
PEMBAHASAN
 Somatotype atau bentuk tubuh adalah keadaan tubuh dari seseorang yang sangat
menentukan aktivitas fisik terhadap suatu cabang olahraga tertentu (Heath, 2005). Setiap
cabang olahraga memiliki area dan pola permainan yang berbeda, sehingga pemain harus
disesuaikan dengan tipe tubuh agar mampu bersaing di lapangan dan mampu melawan bentuk
permainan yang berbeda.
Berdasarkan pengukuran somatotype, rerata somatotype pada atlet basket adalah 4,2-3,4-1,4
yang tergolong mesomorphic endomorphdengan kecenderungan endomorphy yang lebih
dominan dan mesomorphyyang lebih besar dari ectomorph. Hasil tersebut kurang sesuai
dengan penelitian Erculj & Bracic (2014) yang menyatakan bahwa somatotype untuk atlet
basket perempuan di Eropa usia 14-15 tahun adalah ectomorphic endomorph (3,6-3,0-3,4).
Akan tetapi, terdapat 3 atlet basket yang memiliki somatotype mesomorph endomorph.
Jenis somatotype tersebut sesuai dengan somatotype atlet basket perempuan dewasa di
Yunani yaitu mesomorph endomorph (3,7-3,2-2,4) (Bayios, 2006).

Kebutuhan energi atlet diperhitungkan dari kebutuhan energi basal, aktivitas, dan latihan.
Tambahan energi untuk aktivitas olahraga dan latihan dikalkulasi dengan mempertimbangkan
jenis, durasi, dan frekuensi latihan. Jenis dan jadwal pemberian asupan makanan dan
minuman yang tepat bagi atlet dapat menunjang kemampuan keterampilan saat berlatih dan
bertanding pada olahraga stop and go sports. Pada olahraga stop and go sports sering terjadi
hentakan dan gerakan yang cepat pada serabut otot. Karbohidrat menjadi kunci dari sumber
tenaga pada atlet stop and go sports karena karbohidrat digunakan oleh otot sebagai sumber
kekuatan. Hal yang perlu diperhatikan dalam jenis olahraga ini adalah ketika simpanan
karbohidrat sudah habis maka otot akan mengalami kelelahan dalam waktu cepat. Di samping
itu, pada saat suplai oksigen dalam tubuh tidak tercukupi, maka lemak tidak dapat diubah
menjadi energi. Untuk itu, asupan karbohidrat untuk menggantikan karbohidrat yang telah
digunakan itu sangat penting (Skolnik & Chernus, 2010).
Asupan zat gizi mikro atlet cabang olahraga stop and go sports belum sesuai dengan AKG
untuk kategori umur 10-18 tahun. Kurang atau lebihnya asupan zat gizi mikro juga di
pengaruhi oleh asupan zat mikro secara total dan jenis makanan yang dikonsumsi. Asupan
makan yang kurang, dari segi jenis dan jumlah, akan mempengaruhi asupan zat gizi mikro.
 

KESIMPULAN 
Data asupan makanan dan minuman yang diperoleh dengan metode food recall 24 jam
menggambarkan konsumsi makanan dan minuman selama sehari, sehingga tidak dapat
menggambarkan kebiasaan serta pola makan atlet sehari-hari. Oleh karena itu, studi ini perlu
dikembangkan dengan meneruskan metode
food recall 24 jam selama tiga hari agar dapat mengetahui kebiasaan makan atlet. Meskipun
hasil pengukuran antropometri menunjukkan seluruh atlet dari semua cabang olahraga
berstatus gizi baik, belum seluruh atlet dari seluruh cabang olahraga dapat memenuhi asupan
zat gizi makro dan zat gizi mikro dengan baik. Penanaman pentingnya gizi dan pengaturan
pola makan atlet tetap perlu dilakukan supaya atlet lebih mengerti peran setiap zat gizi dalam
performa olahraga. Selain itu, edukasi terkait eatingdisorderdan citra tubuh perlu diberikan
karena kedua masalah tersebut rentan terjadi pada remaja.
 

DAFTAR PUSTAKA 
Pertiwi, dkk. 2016. Identifikasi Somatotype, Status Gizi, Dan Dietaryatlet Remaja Stop And
Go Sports.
Jurnal KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

FAKTOR DEMOGRAFI DAN RISIKO GIZI BURUK DAN GIZI KURANG

FAKTOR DEMOGRAFI DAN RISIKO GIZI BURUK DAN GIZI
KURANG

 
Wiko Saputra dan Rahmah Hida NurrizkaOleh : Najrannisa, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka 
PENDAHULUANPersoalan gizi dalam pembangunan kependudukan masih merupakan persoalan yang
dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia. Sehingga persoalan ini
menjadi salah satu poin penting yang menjadi kesepakatan global dalam Milleneum
Development Goals (MDGs). Setiap negara secara bertahap harus mampu mengurangi
jumlah balita yang bergizi buruk atau kurang gizi sehingga mencapai 15 % pada tahun 2015.
Di Indonesia persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama dalam
pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas kependudukan yang
sangat beraneka ragam, Indonesia berhasil menurunkan prevalensi balita kurang gizi dari 31
% pada tahun 1989 menjadi 18,4 % pada tahun 2007. Ini menunjukan bahwa proses
pencapaian target MDGs secara bertahap dapat dilakukan oleh Indonesia. Namun, terdapat
kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan. Di perkotaan angka balita kurang gizi
mencapai 15,9 % lebih rendah dibanding di daerah pedesaan yang mencapai 20,4 % dan
terdapat juga disparitas antar kelompok sosial ekonomi. Ini menjadi fokus utama dalam
persoalan gizi buruk di Indonesia. Dimana pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan orang tua
mempengaruhi perbandingan prevalensi gizi buruk.

 
METODE
Kajian ini mengunakan data mikro melalui studi lapangan yang dilaksanakan pada tahun
2010 pada tiga komunitas di Sumatera Barat. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 572 yang
akan merefleksikan situasi rumah tangga di Sumatera Barat, yang bercirikan masyarakat
nelayan, masyarakat pertanian dan perkebunan, dan masyarakat perkotaan. Ketiga jenis
masyarakat ini kemudian akan dipilih daerah yang representatif pada setiap kabupaten/kota.
Jumlah sample dilakukan dengan menentukan sampling terpilih, yakni desa yang terpilih
secara acak. Kemudian penarikan sample dilakukan secara sistematik random sampling dari
interval sample yang ditentukan sesuai dengan jumlah rumah tangga yang ada.
 
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil studi menunjukan secara umum, masih besar jumlah penderita gizi buruk di daerah
kajian. 17,6 % balita memiliki resiko gizi buruk dan 14,0 % menderita kekurangan gizi. Hal
Ini sangat disayangkan karena daerah ini merupakan daerah dengan tingkat produksi
pertanian yang tinggi. Begitu juga dengan perikanan merupakan sentra perikanan untuk
kawasan Sumatera. Yang berarti pengaruh produksi pangan tidak memberikan jaminan
terhadap resiko penderita gizi buruk dan kurang di Sumatera Barat. Bila dilihat menurut
komunitas, komunitas nelayan memiliki proporsi tingkat penderita gizi buruk dan kekurangan
gizi yang relatif tinggi dibanding dua komunitas lain seperti komunitas perkotaan dan
komunitas pertanian.
Faktor Pendidikan juga mempengaruhi pengetahuan terhadap gizi dan kesehatan. Bila
pengetahuan rendah maka pola asuh orang tua terhadap anak menjadi kurang baik.
Selanjutnya implikasinya akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Sekitar 21,6 %
balita yang berasal dari kelompok masyarakat miskin menderita gizi buruk dan sekitar 10,2 %
menderita kekurangan gizi, yang berarti temuan tersebut terdapat implikasi bahwa tingkat
kemiskinan yang tinggi dan pendidikan yang rendah merupakan resiko terbesar dalam
persoalan gizi buruk di Sumatera Barat. Hal ini juga dipengaruhi oleh Usia Kepala Rumah
Tangga, data menunjukan bahwa resiko gizi buruk pada balita paling tinggi terjadi pada
kepala rumah tangga dengan usia muda yaitu usia 24 tahun kebawah dengan probability
sekitar 1,298 kali lebih besar dibanding usia lain. Orang tua dengan tingkat pendidikan
rendah (SD/tidak tamat SD) memiliki resiko yang besar terhadap kualitas gizi anak, dimana
probability resiko gizi buruk 5,699 kali lebih besar dibandingkan dengan orang tua dengan
pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Namun, uniknya ada
faktor Jumlah Anggota Rumah Tangga (JART). Hasil temuan menunjukan hal yang unik
bahwa semakin besar anggota rumah tangga semakin rendah resiko anak balita menderita gizi
buruk. Hal ini terjadi akibat besarnya tingkat produktivitas dari rumah tangga dengan jumlah
anggota yang banyak. Ada indikasi anak dilibatkan dalam membantu ekonomi rumah tangga
sehingga total pendapatan rumah tangga menjadi meningkat.
Faktor migran juga mempengaruhi gizi buruk di daerah ini, hasil temuan menunjukan
penduduk pendatang (migran) memiliki resiko penderita gizi buruk pada balita dibandingkan

dengan penduduk asli. Hal ini dapat dilihat dari nilai probability sebesar 1,190. Artinya
terjadi ketimpangan ekonomi di Sumatera Barat, dimana akses ekonomi lebih dikuasai oleh
masyarakat asli. Sedangkan pendatang cenderung miskin. Dan ketika kemiskinan terjadi
maka akan berlanjut dengan penderita gizi buruk pada balita.
Data dari study lapangan mampu menjawab analisis karakteristik dan resiko penderita gizi
buruk karena jumlah sample yang relatif besar dengan modul gizi yang dikembangkan dari
rekomendasi World Health Organizatiton (WHO). Dimana alat ukur WHO sesuai dengan
tabel gizi yaitu berat badan dan umur balita.
 
KESIMPULAN
Pangan merupakan salah satu bagian yang sangat penting dan menjadi penyebab munculnya
persoalan gizi. Kekurangan gizi dipengaruhi oleh kurangnya asupan terhadap pangan baik
segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Tetapi tidak mutlak menyebabkan terjadinya kasus
gizi buruk dan kekurangan gizi. Hasil dari studi mikro terhadap penilaian status gizi balita
melihatkan implikasi tersebut. Faktor kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan orang
tua merupakan faktor utama dalam resiko balita menderita gizi buruk dan kekurangan gizi.
Polemiknya justru bertambah rumit ketika intervensi pemerintah terhadap kemiskinan masih
lemah sehingga kemiskinan terutama yang terjadi pada komunitas nelayan, perkotaan dan
pertanian tradisional belum mampu memberikan perubahan terhadap kesejahteraan
masyarakat berimplikasi besar terhadap munculnya kasus gizi buruk dan kekurangan gizi
pada balita.
Perlu strategi khusus dalam menangani persoalan gizi ini. Yaitu dapat melakukan pendekatan
kesejahteraan rumah tangga menjadi poin penting untuk mengatasi kekurangan gizi pada
balita, meningkatkan pelayanan kesehatan pada level posyandu, perlu sosialisasi mengenai
pengetahuan gizi kepada semua keluarga, program-program bantuan untuk masyarakat
miskin perlu diintensifkan terutama melakukan diversifikasi bantuan bukan saja terhadap
karbohidrat tapi juga mencangkup protein dan vitamin.
 
DAFTAR PUSTAKA
Wiko Saputra dan Rahmah Hida Nurrizka. 2013. Faktor demografi dan risiko gizi buruk dan
gizi kurang.
Makara Kesehatan, Vol. 16, NO. 2: 95-101