Kamis, 24 Agustus 2017

FAKTOR DEMOGRAFI DAN RISIKO GIZI BURUK DAN GIZI KURANG

FAKTOR DEMOGRAFI DAN RISIKO GIZI BURUK DAN GIZI
KURANG

 
Wiko Saputra dan Rahmah Hida NurrizkaOleh : Najrannisa, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka 
PENDAHULUANPersoalan gizi dalam pembangunan kependudukan masih merupakan persoalan yang
dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia. Sehingga persoalan ini
menjadi salah satu poin penting yang menjadi kesepakatan global dalam Milleneum
Development Goals (MDGs). Setiap negara secara bertahap harus mampu mengurangi
jumlah balita yang bergizi buruk atau kurang gizi sehingga mencapai 15 % pada tahun 2015.
Di Indonesia persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama dalam
pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas kependudukan yang
sangat beraneka ragam, Indonesia berhasil menurunkan prevalensi balita kurang gizi dari 31
% pada tahun 1989 menjadi 18,4 % pada tahun 2007. Ini menunjukan bahwa proses
pencapaian target MDGs secara bertahap dapat dilakukan oleh Indonesia. Namun, terdapat
kesenjangan antar daerah perkotaan dan pedesaan. Di perkotaan angka balita kurang gizi
mencapai 15,9 % lebih rendah dibanding di daerah pedesaan yang mencapai 20,4 % dan
terdapat juga disparitas antar kelompok sosial ekonomi. Ini menjadi fokus utama dalam
persoalan gizi buruk di Indonesia. Dimana pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan orang tua
mempengaruhi perbandingan prevalensi gizi buruk.

 
METODE
Kajian ini mengunakan data mikro melalui studi lapangan yang dilaksanakan pada tahun
2010 pada tiga komunitas di Sumatera Barat. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 572 yang
akan merefleksikan situasi rumah tangga di Sumatera Barat, yang bercirikan masyarakat
nelayan, masyarakat pertanian dan perkebunan, dan masyarakat perkotaan. Ketiga jenis
masyarakat ini kemudian akan dipilih daerah yang representatif pada setiap kabupaten/kota.
Jumlah sample dilakukan dengan menentukan sampling terpilih, yakni desa yang terpilih
secara acak. Kemudian penarikan sample dilakukan secara sistematik random sampling dari
interval sample yang ditentukan sesuai dengan jumlah rumah tangga yang ada.
 
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil studi menunjukan secara umum, masih besar jumlah penderita gizi buruk di daerah
kajian. 17,6 % balita memiliki resiko gizi buruk dan 14,0 % menderita kekurangan gizi. Hal
Ini sangat disayangkan karena daerah ini merupakan daerah dengan tingkat produksi
pertanian yang tinggi. Begitu juga dengan perikanan merupakan sentra perikanan untuk
kawasan Sumatera. Yang berarti pengaruh produksi pangan tidak memberikan jaminan
terhadap resiko penderita gizi buruk dan kurang di Sumatera Barat. Bila dilihat menurut
komunitas, komunitas nelayan memiliki proporsi tingkat penderita gizi buruk dan kekurangan
gizi yang relatif tinggi dibanding dua komunitas lain seperti komunitas perkotaan dan
komunitas pertanian.
Faktor Pendidikan juga mempengaruhi pengetahuan terhadap gizi dan kesehatan. Bila
pengetahuan rendah maka pola asuh orang tua terhadap anak menjadi kurang baik.
Selanjutnya implikasinya akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Sekitar 21,6 %
balita yang berasal dari kelompok masyarakat miskin menderita gizi buruk dan sekitar 10,2 %
menderita kekurangan gizi, yang berarti temuan tersebut terdapat implikasi bahwa tingkat
kemiskinan yang tinggi dan pendidikan yang rendah merupakan resiko terbesar dalam
persoalan gizi buruk di Sumatera Barat. Hal ini juga dipengaruhi oleh Usia Kepala Rumah
Tangga, data menunjukan bahwa resiko gizi buruk pada balita paling tinggi terjadi pada
kepala rumah tangga dengan usia muda yaitu usia 24 tahun kebawah dengan probability
sekitar 1,298 kali lebih besar dibanding usia lain. Orang tua dengan tingkat pendidikan
rendah (SD/tidak tamat SD) memiliki resiko yang besar terhadap kualitas gizi anak, dimana
probability resiko gizi buruk 5,699 kali lebih besar dibandingkan dengan orang tua dengan
pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Namun, uniknya ada
faktor Jumlah Anggota Rumah Tangga (JART). Hasil temuan menunjukan hal yang unik
bahwa semakin besar anggota rumah tangga semakin rendah resiko anak balita menderita gizi
buruk. Hal ini terjadi akibat besarnya tingkat produktivitas dari rumah tangga dengan jumlah
anggota yang banyak. Ada indikasi anak dilibatkan dalam membantu ekonomi rumah tangga
sehingga total pendapatan rumah tangga menjadi meningkat.
Faktor migran juga mempengaruhi gizi buruk di daerah ini, hasil temuan menunjukan
penduduk pendatang (migran) memiliki resiko penderita gizi buruk pada balita dibandingkan

dengan penduduk asli. Hal ini dapat dilihat dari nilai probability sebesar 1,190. Artinya
terjadi ketimpangan ekonomi di Sumatera Barat, dimana akses ekonomi lebih dikuasai oleh
masyarakat asli. Sedangkan pendatang cenderung miskin. Dan ketika kemiskinan terjadi
maka akan berlanjut dengan penderita gizi buruk pada balita.
Data dari study lapangan mampu menjawab analisis karakteristik dan resiko penderita gizi
buruk karena jumlah sample yang relatif besar dengan modul gizi yang dikembangkan dari
rekomendasi World Health Organizatiton (WHO). Dimana alat ukur WHO sesuai dengan
tabel gizi yaitu berat badan dan umur balita.
 
KESIMPULAN
Pangan merupakan salah satu bagian yang sangat penting dan menjadi penyebab munculnya
persoalan gizi. Kekurangan gizi dipengaruhi oleh kurangnya asupan terhadap pangan baik
segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Tetapi tidak mutlak menyebabkan terjadinya kasus
gizi buruk dan kekurangan gizi. Hasil dari studi mikro terhadap penilaian status gizi balita
melihatkan implikasi tersebut. Faktor kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan orang
tua merupakan faktor utama dalam resiko balita menderita gizi buruk dan kekurangan gizi.
Polemiknya justru bertambah rumit ketika intervensi pemerintah terhadap kemiskinan masih
lemah sehingga kemiskinan terutama yang terjadi pada komunitas nelayan, perkotaan dan
pertanian tradisional belum mampu memberikan perubahan terhadap kesejahteraan
masyarakat berimplikasi besar terhadap munculnya kasus gizi buruk dan kekurangan gizi
pada balita.
Perlu strategi khusus dalam menangani persoalan gizi ini. Yaitu dapat melakukan pendekatan
kesejahteraan rumah tangga menjadi poin penting untuk mengatasi kekurangan gizi pada
balita, meningkatkan pelayanan kesehatan pada level posyandu, perlu sosialisasi mengenai
pengetahuan gizi kepada semua keluarga, program-program bantuan untuk masyarakat
miskin perlu diintensifkan terutama melakukan diversifikasi bantuan bukan saja terhadap
karbohidrat tapi juga mencangkup protein dan vitamin.
 
DAFTAR PUSTAKA
Wiko Saputra dan Rahmah Hida Nurrizka. 2013. Faktor demografi dan risiko gizi buruk dan
gizi kurang.
Makara Kesehatan, Vol. 16, NO. 2: 95-101

Tidak ada komentar:

Posting Komentar